BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cuaca dan iklim
adalah faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan makhluk
hidup. Oleh sebab itu, informasi berupa data cuaca dan iklim sangat di
perlukan. Dengan menggunakan data yang falid dan lengkap, analisis meteorologi
dan klimatologi akan membuka kejelasan tentang dan prilaku cuaca dan kondisi
iklim setempat. Kajian metereologi dan klimatologi yang benar akan mengubah
pandangan kita terhadap cuaca dan iklim dari faktor penghambat menjadi faktor
penunjang (Nurhayati, 2008).
Curah hujan
merupakan salah satu unsur iklim yang paling tinggi keragaman dan fluktasinya.
Karakteristik curah hujan di berbagai daerah tidak sama, karena beberapa faktor
lingkungan di sekitarnya yang berbeda sehingga sebarannya pun cenderung tidak
merata antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam ruang lingkup yang
luas.
Salah
satu cara yang dapat di gunakan untuk mempermudah dalam menganalisis
variabilitas data curah hjan adalah dengan menggunakan Geographic Informatic
System (GIS). Gis dijadikan sebagai alat yang di gunakan untuk pemetaan dan
analisis terhadap banyak aktifitas di atas permukaan bumi. Teknologi GIS
menggabungkan antara database operation, seperti query dan analisis statistic
dengan peta., integrasi informasi, visualisasi sekenario, memecahkan masalah
yang kompleks, dan mengembangkan suatu solusi efektif terhadap objek geografi
yang belum pernah ada sebelumnya. Arc View 3.3 sebagai salah satu software GIS
memiliki kemampuan dalam analisis data, menampilkan informasi geografis seperti
berikut :
1.
Tools untuk melakukan input dan transformasi data geografi.
2.
Sistem Manajemen Basis Data (DBMS).
3.
Tools yang mendukung query geografis, analisis dan visualisasi.
4.
Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tools.
Data
curah hujan tahunan yang terdapat dalam data GIS memuat posisi dan informasi,
seperti lokasi stasiun hujan tersebut hanya untuk titik-titik tertentu dan
tidak semua lokasi di permukaan bumi dapat terwakili oleh informasi titik-titik
tersebut. Oleh karena itu, untuk memperoleh informasi curah hujan pada suatu
titik lokasi di permukaan bumi di lakukan dengan cara interpolasi data.
Hujan merupakan
salah satu bentuk komponen hidrologi yang berwujud cair. Komponen hidrologi itu
sendiri dapat berwujud padat atau aerosol, misalnya pada kabut dan salju. Hujan
terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua
air hujan jatuh ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketike jatuh melalui
udara kering yang di sebut virga. Hujan mempunyai peranan penting dalam siklus
hidrologi.
Sebagaimana
diketahui, hujan yang jatuh tidak semuanya akan menjadi limpasan. Sebagian air hujan akan
mengalami infiltrasi ke dalam tanah, sebagian terintersepsi oleh tanaman dan
evapotranspirasi ke udara. Dengan
demikian jelas bahwa persentase hujan yang menjadi limpasan tergantung pada
berbagai faktor. Bagian air hujan yang menimpa tajuk pohon, akan membasahi daun
dan mengalir ke batang pohon. Sisa air hujan yang langsung jatuh ke permukaan
tanah disebut tembusan, sedang bagian air yang kemudian menetes dari dedaunan
dan batang yang disebut crowndrip, yang mengalir lewat sepanjang batang ke
permukaan tanah disebut aliran batang. (Anderson et al., 1976).
1.2
Rumusan Masalah
Pertanian di Jawa
Timur sangat tergantung adanya hujan, sehingga di perlukan analisis data hari
hujan. Hari hujan ini sangat membantu sekali bagi pertanian di Jawa Timur
khususnya tanaman tahunan, karena untuk mengetahui jenis tanaman apa yang akan
di tanam, sehingga pertanian di Jawa Timur dapat terlaksana dengan baik.
1.3
Tujuan
1.
Menganalisis distribusi spasial hari hujan dengan menggunakan metode interpolasi
kriging.
2.
Membuat peta kontur hari hujan di Jawa Timur.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan di dalam penelitian ini yaitu:
Menyajikan informasi
tentang persebaran hari hujan
di Jawa Timur.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Iklim dan
Tanaman Pertanian
Faktor
iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila tanaman
ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai
dengan yang diharapkan.Menurut Sutarno at all (1997) Studi tentang
perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan
perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang
dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan hal ini
adalah karena curah hujan secara langsung atau tidak langsung penting untuk
pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan
tropis.
2.2
Tanaman Tahunan
Tanaman tahunan
adalah
tanaman yang pada umumnya berumur lebih dari satu tahun
dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan tidak dibongkar
sekali panen.
Berdasar bentuk tanamannya, tanaman tahunan dibedakan :
1. Tanaman tahunan tidak
berbentuk perdu atau pohon : tebu, nanas, sisal, rami, sereh wangi.
Tanaman ini mempunyai sifat2 pertumbuhan tahunan karena sekali tanaman dapat
tumbuh beberapa tahun dan dapat dipanen beberapa kali. Anakan/tunasnya tumbuh
dewasa dan dipanen umur ± 1 tahun, sehingga tanaman tersebut digolongkan
kedalam tanaman setahun.
2. Tanaman tahunan bentuk
perdu, seperti : teh dan kopi. Tanaman ini tahan pangkasan sehingga
dalam budidayanya banyak dipangkas untuk mendorong pertunasan dan bertahan
tumbuh untuk jangka waktu cukup lama, Tanaman diusahakan dengan atau tanpa
naungan.
3. Tanaman tahunan bentuk
pohon, seperti: coklat, karet, kelapa, kelapa sawit. Tanaman ini tumbuh
lebih besar, lebih tinggi dan lebih lama umurnya.
(pertanianpintar)
2.2.1 Spesifikasi Hari Hujan Tanaman
Tahunan
nama tanaman
|
curah hujan minimal
|
curah hujan maksimal
|
hari hujan
|
kopi
|
1.000 mm/tahun
|
3.000 mm/tahun
|
100 – 150 hari/th
|
teh
|
2.000 mm/tahun
|
4.000 mm/tahun
|
120 – 150 hari/th
|
kelapa sawit
|
1.500 mm/tahun
|
4.000 mm/tahun
|
100 – 150 hari/th
|
tebu
|
2.100 mm/tahun
|
3.000 mm/tahun
|
120 – 150 hari/th
|
karet
|
1.500 mm/tahun
|
4.000 mm/tahun
|
100 – 150 hari/th
|
kakao
|
1.500 mm/tahun
|
3.000 mm/tahun
|
100 – 150 hari/th
|
Tabel 2.1 Spesifikasi hari
hujan
2.3 Metode Interpolasi
Interpolasi adalah
metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data yang telah diketahui
(Wikipedia, 2008). Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai
pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga ter-buatlah peta atau
sebaran nilai pada seluruh wilayah (Gamma Design Software, 2005). Didalam
melakukan interpolasi, sudah pasti dihasilkan. Error yang dihasilkan sebelum
melakukan interpolasi bisa dikarenakan kesalahan menentukan metode sampling
data, kesalahan dalam pengukuran dan kesalahan dalam analisa di laboratorium.
Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk
melakukan interpolasi seperti Trend, Spline, Inverse Distance Weighted (IDW)
dan Kriging. Setiap metode ini akan memberikan hasil interpolasi yang berbeda.
Akan menjadi mudah dan bermanfaat bagi pengguna berikutnya apabila ada kajian
tentang perbandingan hasil interpolasi dengan metode yang berbeda sehingga
metode yang tepat bisa dipilih. Penggunaan metode trend dan spline telah
dijelaskan dalam Pramono (2005).
2.3.1 Metode
Interpolasi kriging
Metode Kriging adalah estimasi
stochastic yang mirip dengan Inverse Distance Weighted (IDW) dimana menggunakan
kombinasi linear dari weight untuk memperkirakan nilai diantara sampel data. Metode ini diketemukan oleh D.L. Krige untuk
memperkirakan nilai dari bahan tambang. Asumsi dari metode ini adalah jarak dan
orientasi antara sampel data menunjukkan korelasi spasial yang penting dalam
hasil (ESRI, 1996).
Metode Kriging sangat banyak
menggunakan sistem komputer dalam perhitungan. Kecepatan perhitungan tergantung
dari banyaknya sampel data yang digunakan dan cakupan dari wilayah yang
diperhitungkan. Tidak seperti metode IDW, Kriging memberikan ukuran error dan
confidence. Metode ini menggunakan semivariogram yang merepresentasikan
perbedaan spasial dan nilai diantara semua pasangan sampel data. Semivariogram
juga menunjukkan bobot (weight) yang digunakan dalam interpolasi. Semivariogram
dihitung berdasarkan sampel semivariogram dengan jarak h, beda nilai z dan
jumlah sampel data n. Pada gambar ini juga ditunjukkan grafik dari sebuah semivariogram.
Pada jarak yang dekat (sumbu horisontal), semivariance bernilai kecil. Tetapi
pada jarak yang lebih besar, semi-variance bernilai tinggi yang menunjukkan bahwa
variasi dari nilai z tidak lagi berhubungan dengan jarak sampel point. Jenis Kriging
yang bisa dilakukan adalah dengan cara spherical, circular, exponential,
gaussian dan linear (ESRI, 1999).
Sifat-sifat Kriging :
Struktur dan korelasi variabel melalui
fungsi γ(h)
Hubungan geometri relatif antara data
yang mencakup hal penaksiran dan penaksiran volume melalui (Si,Sj) (hubungan
antar data) dan sebagai (Si,V) (hubungan antara data dan volume)\
Jika variogram pola data teratur, maka
sistem kriging akan memberikan data yang akurat
Dalam hal ini jarak sampel yang pertama
atau kedua tidak mempengaruhi.
Efek screen ini akan terjadi, jika
tidak ada nugget effect atau kecil sekali
ε = C0/C
Efek nugget ini menurunkan efek screen
Untuk efek nugget yang besar, semuai
contoh mempunyai bobot yang sama.
Sempel yang terletak jauh dari blok
dapat diikut sertakan dalam estimasi melalui harga rata-ratanya
2.3.2 Model
Kriging
Ada beberapa model kriging yang umum
digunakan di antaranya adalah:
1.
Ordinary
kriging adalah model yang sering
digunakan
dalam metode kriging. Model ini mengasumsikan nilai yang konstan.
Metode ini adalah metode yang
masuk akal tapi ada
beberapa ilmiah yang
menolak model tersebut.
2.
Universal
Kriging mengasumsikan bahwa ada kecenderungan yang utama dalam suatu data (misalnya angin),
dan dapat dimodelkan sebagai
fungsi deterministik. Universal
Kriging dapat digunakan bila kita tahu cara menggunakan dan memberikan kebenaran
secara ilmiah. Sehingga model ini jarang sekali digunakan dalam menganalisa
suatu data.
Dalam
interpolasi kriging terdapat beberapa model, yaitu:
3.
Spherical: this
calculated the variogramme as a modified quadratic function for which at some
distance Ao, pairs of points will no longer be auto correlated and the variogramme
reaches an asymptote.
4. Circular: uses a circular neighbourhood search model with a
certain radius..
5. Exponential: the exponential model is similar to the spherical in
that it approaches the sill gradually. However, different from the spherical in
the rate the sill is approached and in the fact that the model and the sill
never actually converge.
6.
Gaussian: the
gaussian or hyperbolic model is similar to the exponential but it assumes a
gradual rise for the y-intercept.
7.
Linear with sill: this model is similar to the linear model except that
at some distance pairs of points will be no longer auto correlated and the
variogram will reach an abrupt asymptote.
2.4
Semivariansi
Semivariensi
adalah suatu nilai terukur yang menyatakan derajat ketergantungan terhadap
ruang (the degree of spatial depence) antara masing-masing sempel. Besaran
semivariansi antar sempel tergantung pada masing-masing jarak. Jarak yang
semakin kecil diantara dua titik tersebut memberikan nilai semivariansi yang
semakin kecil juga pada titik-titik tersebut. Hal yang sama terjadi sebaliknya
pada dua titik yang semakin jauh. Hubungan semivariansi sebagai fungsi jarak
suatu pasangan titik ini dinyatakan sebagai semivariogram atau variogram.
Meningkatnya
nilai semivariansi yang disebabkan karena bertambahnya nilai jarak, pada suatu
jarak tertentu yang jauh dari titik semivariansi tersebut akan sama dengan beda
nilai (variance) sekitar nilai rata-rata. Pada keadaan ini peningkatan nilai
jarak tidak akan menaikkan nilai semivariansi, tetapi akan membentuk garis
mendatar yang disebut sill atau contribution. Sedang beda nilai minimum
dinyatakan sebagai nugget. Jarak
antara nilai ambang disebut range.
2.4.1
Karasteristik Semivariogram
Gambar 2.6 Semivariogram
2
Sill: Suatu nilai semi varian pada
variogram mendatar. Sill juga digunakan untuk menunjukkan "amplitudo"
dari suatu komponen tertentu pada semivariogram. Dari penjelasan di atas, sill
dapat menujukkan nilai dari sill itu sendiri atau perbedaan antara nilai sill
dan nugget.
3
Range: jarak lag di mana semivariogram
(atau komponen semivariogram) mencapai nilai ambang, mungkin, autokorelasi pada
dasarnya adalah nol di luar rentang.
4
Nugget: Di dalam teori semivariogram
nilainya harus 0. Jika terjadi perbedaan secara signifikan dari 0 pada lag yang mendekati 0, maka nilai
semivariogram di artikan sebagai nugget. Nugget mewakili variabel pada jarak
yang terendah dibanding jarak yang khas, termasuk juga kesalahan pengukuran.
Meningkatnya nilai semivariansi yang
disebabkan karena bertambahnya nilai jarak, pada suatu jarak tertentu yang jauh
dari titik semivariansi tersebut akan sama dengan beda nilai (variance) sekitar
nilai rata-rata. Pada keadaan ini peningkatan nilai jarak tidak akan lagi
menaikkan nilai semivariansi, tetapi akan membentuk garis mendatar yang disebut
sill atau contributon. Sedang beda nilai minimum dinyatakan sebagai nugget.
Dari titik minatan ke jarak pada garis mendatar mulai terbentuk dinyatakan
sebagai range atau spam variabel regional. Di dalam range ini seluruh titik
yang dianggap berhubungan satu terhadap yang lain, termasuk titik-titik yang
diketahui.
2.5 RMSE
RMSE (Root Mean Square Error) adalah
suatu angka yang menunjukkan akurasi suatu data (contohnya peta dan citra
satelit) dalam kaitannya dengan sistem koordinat. Semakin besar nilai RMSE maka
dipastikan semakin besar pula kesalahan letak (informasi posisi) pada data
tersebut. Jika letaknya saja salah maka bukan menjadi rahasia bahwa
bentuk-bentuk obyek yang digambarkannya pun salah.
BAB
III. METODOLOGI PENELITIAN
Metode
penelitian merupakan kerangka acuan yang digunakan dalam menganalisis data dan
menerangkan langkah – langkah kerja yang harus dilakukan guna memperoleh hasil analisis
yang diinginkan. Adapun metode penelitian tersebut meliputi metode pengumpulan
data dan metode analisis data.
3.1 Metode
Pengumpulan Data
3.1.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini
dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan Juli 2009, studi kasus di Propinsi Jawa
Timur. Pengolahan data dilakukan di Pusat Penelitian Pengembangan Sumber Daya
Air dan Irigasi (PUSLIT PSDA) Universitas Jember.
3.1.2
Bahan dan alat Penelitian
A. Bahan Penelitian
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Peta rupa bumi Indonesia yang
dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL dengan skala 1 : 25.000
2.
Data hari hujan periode tahun 1950
sampai tahun 2010 sebanyak 943 stasiun di provinsi Jawa Timur.
3.
Input data
geometric, yaitu berupa :
a)
Fitur yaitu points
(titik) lines (garis)
·
Points
didefinisikan untuk objek-objek yang terlalu kecil dan tidak dapat
dipresentasikan oleh garis dan polygon. Points memilik satu titik koordinat
(X,Y,Z) saja. Contoh seperti lokasi stasiun hujan.
Gambar 3.1
Titik lokasi stasiun hujan
· Lines, mempresentasikan objek geografi yang berupa
garis yang memiliki dua koordinat (X,Y,Z) yang dihubungkan. Contoh objek yang
berupa garis (lines) adalah batas kabupaten.
Gambar 3.2
Garis kabupaten
b)
Attribut, berupa
informasi yang terkait dengan fitur, dan dihubungkan dengan symbol arna dan
label. Di dalam Sistem Informasi Geografi atribut diatur di dalam table yang
terkait dengan konsep database
Tabel 3.1
Data hari hujan
B. Alat
dan Penelitian
Alat
yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. 1
unit computer
2.
Peta Jawa Timur yang
dikeluarkan BAKOSURTANAL dengan skala 1 : 25.000 untuk
melihat jumlah pembagian balai.
3. Perangkat
lunak (Sofware) berupa :
Software
ArcView 3.3
3.1.3
Penentuan
Lokasi
Metode penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive
methode) di Propinsi Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah
metode interpolasi KRIGING
dengan menggunakan software ESRI Arc
View GIS 3.3
3.1.4 Tahapan
Penelitian
Diagram alir proses
penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar
3.3 Diagram Alur Penelitian
3.2
Metode
Pengolahan Data
Pengolahan data adalah merupakan tahapan
pekerjaan menyusun dan merangkaikan berbagai jenis data menjadi satu susunan
data yang sistematik dan terinci menurut fungsi, klasifikasi maupun peruntukan
penggunaannya.
Secara garis besar tahapan dalam
analisis spasial untuk penyusunan data spasial peta distribusi spasial curah
hujan terdiri dari 2 tahap, yaitu:
1. editing
data atribut
editing data
atribut pada intinya adalah menambah data baru pada atribut theme, dalam hal
ini data yang akan dimasukkan rerata data haru hujan.
·
Membuka atribut data
spasial stasiun hujan .txt
Klik
tombol add untuk membuka data yang akan diproses
·
Menampilkan data
spasial yang akan diproses
Gambar 3.4 Data Spasial Hari Hujan
2. membuat
peta distribusi spasial hari hujan menggunakan kriging
·
mengaktifkan spatial
analyst dan kriging interpolation
pada
menu utama perangkat lunak ArcView GIS 3.3 pilih file kemudian pilih
extensions. Klik pada spatial analyst dan kriging interpolation 3.2 SA
Gambar 3.5 Menampilkan Spasial Analisis
Gambar 3.6 Menampilkan Kriging Interpolsai 3.2 SA
·
pilih views klik open
lalu pilih view pilih add event theme...
Gambar 3.7 Add Event Theme
·
muncul gambar sebagai
berikut lalu pilih table stasiun hujan.txt, X field dengan Timur_m, Y field
dengan Utara_m
Gambar 3.8 Layout Add Event Theme
·
klik surface pilih
interpolate via kriging...
Gambar 3.9 Interpolasi Kriging
·
isi kolom-kolom dengan
atribut yang telah di tentukan, dapat dilihat pada gambar
Gambar 3.10 Layout Interpolasi Kriging
Klik
tombol kemudian muncul gambar
Gambar 3.11 Grafik
Semivarogram Interpolasi Kriging
·
klik tombol back to
main dialog...
Gambar 3.12 Kembali ke
layout Interpolasi Kriging
Lalu
isi dengan atribut yang telah di tentukan sebagaimana bisa di lihat pada gambar
Gambar 3.13 layout Interpolasi Kriging
·
klik tombol start
interpolations , lalu muncul gambar
Gambar 3.14 Spesifikasi Interpolasi Kriging
Klik
OK, muncul sebuah peta dengan interpolasi kriging sebagai berikut
Gambar 3.15 Peta Interpolasi Kriging
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisitik curah hujan pada
permukaan di propinsi jawa timur tidak
sama. Secara garis besar data curah hujan yang akan di analisis pada tiap-tiap
stasiun bervariasi. Periode rekaman data curah hujan yang di gunakan harus
memenuhi syarat minimal, untuk meminimalkan adanya stasiun curah hujan yang
tidak terpakai.
Pada penentuan data curah hujan ada
Beberapa faktor yang berperan dalam menentukan perbedaan curah hujan antara
wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya.sehingga pola sebarannya pun
canderung tidak merata dalam ruang lingkup yang luas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perbedaan curah hujan tersebut adalah:
-
Suhu
-
Letak topografi
-
Iklim
-
Arah angin
-
Temperature udara
Metode untuk memperoleh informasi
data curah hujan pada suatu titik lokasi
di permukaan bumi di lakukan dengan cara interpolasi data. Interpolasi adalah
suatu metode atau fungsi matematika yang menduga nilai pada lokasi-lokasi yang
datanya tidak tersedia.
Interpolasi memiliki banyak metode,
sebagai contoh metode interpolasi IDW, metode SPLINE, metode KRIGING, dan masih
banyak metode-metode interpolasi yang lain. Dalam pembahasan kali ini lebih di
utamakan pada metode interpolasi kriging.
Kriging adalah salah satu metode
yang mudah untuk membuat suatu interpolasi dengan data yang akurat. Dalam
proses menganalisis struktur awal dilakukan, melihat varians dan
autokorelasi dari data. The results of the
analysis are then used to select the interpolation model and carry out the
interpolation. Hasil analisis kemudian digunakan untuk memilih model
interpolasi dan melaksanakan interpolasi tersebut.
Interpolasi kriging adalah suatu metode geostatistika yang
memanfaatkan nilai spasial pada lokasi tersampel dan variogram untuk
memprediksi nilai pada lokasi lain yang belum atau tidak tersampel dimana nilai
prediksi tersebut tergantung pada kedekatannya terhadap lokasi tersampel.
Metode interpolasi kriging di bagi menjadi lima model yaitu
circular, exponential, gaussian, linear with sill, dan spherical. Masing-masing
model diisi dengan lag interval, untuk menentukan nilai RMSE yang terkecil,
sehingga membentuk sebuah peta contour provinsi Jawa Timur dengan jarak antar
stasiun curah hujan 10 km.
Beberapa
perbandingan lag interval sebagai berikut:
1. lag 100 6.
lag 600
2. lag 200 7.
lag 700
3. lag 300 8. lag 800
4. lag 400 9.
lag 900
5. lag 500 10.
lag 1000
Perbandingan antara model-model interpolasi kriging dengan lag
interval yang berbeda di karenakan untuk mengetehui nilai RMSE yang tepat dan
juga mengetahui jumlah stasiun yang di nyatakan dalam “n”. Dari lag interval
tersebut jumlah “n” harus sama atau mendekati dengan jumlah stasiun hujan.
4.1 Hasil Interval
1. Lag 100
Grafik 4.1 Lag Interval 100
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 100,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (122.99); exponential (121.90); gaussian
(140.57); linear with sill (118.85); spherical (118.23).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang
paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang
paling kecil diantara model-model lain sebesar 118.23.
2.
Lag 200
Grafik 4.2 Lag Interval 200
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 200,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (91.68); exponential (90.47); gaussian (93.82);
linear with sill (93.73); spherical (90.06).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas
model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai
RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 90.06
3.
Lag 300
Grafik 4.3 Lag Interval 300
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 300,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (81.79); exponential (79.10); gaussian (85.57);
linear with sill (82.83); spherical (78.36)
Perolehan nilai dari beberapa model diatas
model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai
RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 78.36
4. Lag 400
Grafik 4.4 Lag Interval 400
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 400,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (79.55); exponential (78.78); gaussian (85.74);
linear with sill (82.21); spherical (78.28).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas
model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai
RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 78.28
5.
Lag 500
Grafik 4.5 Lag Interval 500
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 500,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (75.61); exponential (74.42); gaussian (82.29);
linear with sill (78.13); spherical (73.84).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas
model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai
RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 73.84
6.
Lag 600
Grafik 4.6 Lag Interval 600
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 600,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (76.84); exponential (76.04); gaussian (83.81);
linear with sill (80.28); spherical (75.63).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang
paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang
paling kecil diantara model-model lain sebesar 75.63
7.
Lag 700
Grafik 4.7 Lag Interval 700
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 700,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (72.64); exponential (71.00); gaussian (79.41);
linear with sill (75.43); spherical (70.95).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang
paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang
paling kecil diantara model-model lain sebesar 70.95
8.
Lag 800
Grafik 4.8 Lag Interval 800
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 800,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (72.81); exponential (72.84); gaussian (81.20);
linear with sill (91.39); spherical (72.93).
Perolehan nilai dari beberapa model
diatas model circular yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena
nilai RMSE circular yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 72.81
9. Lag 900
Grafik 4.9 Lag Interval 900
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 900,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (79.56); exponential (81.06); gaussian (89.49);
linear with sill (105.97); spherical (83.84).
Perolehan nilai
dari beberapa model diatas model circular yang paling mendekati benar, hal ini
disebabkan karena nilai RMSE circular yang paling kecil diantara model-model lain
sebesar 79.56
10. Lag 1000
Grafik 4.10 Lag Interval 1000
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 1000,
pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh dengan model circular (76.77); exponential (77.69); gaussian (86.63);
linear with sill (103.29); spherical (78.22).
Perolehan nilai
dari beberapa model diatas model circular yang paling mendekati benar, hal ini
disebabkan karena nilai RMSE circular yang paling kecil diantara model-model
lain sebesar 76.77
4.2 Pembahasan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di
permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi
(mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan
infiltrasi. Satuan CH adalah mm, inch. terdapat beberapa cara mengukur curah
hujan. Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air
hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan
tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu
meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter
atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan
jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode
musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing
Daerah Prakiraan Musim (DPM).
Sifat Hujan merupakan
perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan
(satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata
selama 30 tahun periode 1971- 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga)
katagori, yaitu :
a. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan
lebih dari 115% terhadap rata-ratanya.
b. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115%
terhadap rata-ratanya.
c. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan
kurang dari 85% terhadap rata-ratanya.
4.2.1 Pengaruh
curah hujan terhadap lingkungan
Curah hujan di suatu tempat antara lain
dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan perputaran pertemuan arus
udara. Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila
tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali
tidak sesuai dengan yang diharapkan.Menurut Sutarno at all (1997)
Studi tentang perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam hubungannya
dengan perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim
yang dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan hal
ini adalah karena curah hujan secara langsung atau tidak langsung penting untuk
pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan
tropis.
Menurut Ashari (2006) sedikitnya ada 2 unsur
yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu :
1. Curah hujan dan distribusi hujan
2. Tinggi tempat dari permukaan laut.
Selain unsur iklim di atas, menurut Guslim
(2007) Produksi tanaman juga dipengaruhi oleh Radiasi Matahari dan Suhu.
Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan.
Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk
berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan speises tidak akan memasuki masa
reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai
tahapan yang matang untuk berbunga, sehubungan dengan ini terdapat dua
rangsangan. Yang menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari
(Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Di wilayah dengan empat musim, pengaruh suhu
berlaku ganda. Pada waktu awal pertumbuhan suhu harus cukup tinggi agar
pertumbuhan tidak terhambat. Tetapi bagi kebanyakan tanaman terutama tanaman
tahunan, suhu sebelum perubahan fase pertumbuhan itu terjadi sangat penting.
Cekaman (stress) air yang diikuti oleh hujan sering merangsang
pembungaan tanaman tahunan tropika. Faktor lain yang memicu pembungaan adalah
panjang hari, atau panjang periode selama setiap 24 jam. Tanaman berhari pnjang
tidak akan berbunga jika ditanam di wilayah tropika (Mugnisjah dan
Setiawan,1995).
4.3 Lag
interval metode kriging
Lag
interval yang dipakai dalam penelitian ini adalah lag 100, lag 200, lag 300,
lag 400, lag 500 sampai dengan lag 1000. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
lag 400 lebih baik dibandingkan dari lag lainnya. Hal ini di karenakan lag 400
mempunyai nilai RMSE yang paling rendah di antara lag lainnya (dapat dilihat
grafik 4.4 lag interval 400). Dari grafik 4.4 bahwa nilai RMSE ini di tentukan
dari model spherical lag 400 yaitu sebesar 78.28. Model spherical dipilih karena memiliki nilai
RMSE paling kecil diantara model lainnya.
Model spherical ini digunakan untuk membuat peta hari hujan yang
berfungsi dalam menentukan waktu tanam bagi tanaman tahunan.
Dibawah ini peta hari
hujan dan peta kontur dengan metode Spherical lag Interval 400.
BAB
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Hari
hujan di setiap masing-masing stasiun sangat bervariasi.
2.
Ada
banyak faktor yang mempengaruhi bervariasinya hari hujan setiap wilayah.
3. Hasil analisa
di atas didapat nilai RMSE terkecil yaitu di lag interval 400, dari perbandingan
lag 100-400. Sehingga lag 400 ini bisa di katakan mendekati benar atau nilai
kesalahannya paling kecil di antara lag interval yang lain.
5.2 Saran
1. Perlu
adanya pemahaman yang lebih jelas
tentang Software ArcGis 9.2 sehingga bisa lebih memahami cara kerja pengolahan
data dan memudahkan dalam melakukan penelitian.
2. Perlu adanya
pengukuran curah hujan yang dilakukan dengan benar oleh pihak pengamat curah
hujan di berbagai stasiun pengamat curah hujan agar dihasilkan data yang benar
sehingga memudahkan pengolahan data curah hujan untuk berbagai keperluan