Wednesday, September 14, 2011

skripsi

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Cuaca dan iklim adalah faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan makhluk hidup. Oleh sebab itu, informasi berupa data cuaca dan iklim sangat di perlukan. Dengan menggunakan data yang falid dan lengkap, analisis meteorologi dan klimatologi akan membuka kejelasan tentang dan prilaku cuaca dan kondisi iklim setempat. Kajian metereologi dan klimatologi yang benar akan mengubah pandangan kita terhadap cuaca dan iklim dari faktor penghambat menjadi faktor penunjang (Nurhayati, 2008).
Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang paling tinggi keragaman dan fluktasinya. Karakteristik curah hujan di berbagai daerah tidak sama, karena beberapa faktor lingkungan di sekitarnya yang berbeda sehingga sebarannya pun cenderung tidak merata antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam ruang lingkup yang luas.
Salah satu cara yang dapat di gunakan untuk mempermudah dalam menganalisis variabilitas data curah hjan adalah dengan menggunakan Geographic Informatic System (GIS). Gis dijadikan sebagai alat yang di gunakan untuk pemetaan dan analisis terhadap banyak aktifitas di atas permukaan bumi. Teknologi GIS menggabungkan antara database operation, seperti query dan analisis statistic dengan peta., integrasi informasi, visualisasi sekenario, memecahkan masalah yang kompleks, dan mengembangkan suatu solusi efektif terhadap objek geografi yang belum pernah ada sebelumnya. Arc View 3.3 sebagai salah satu software GIS memiliki kemampuan dalam analisis data, menampilkan informasi geografis seperti berikut :
1. Tools untuk melakukan input dan transformasi data geografi.
2. Sistem Manajemen Basis Data (DBMS).
3. Tools yang mendukung query geografis, analisis dan visualisasi.
4. Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tools.
Data curah hujan tahunan yang terdapat dalam data GIS memuat posisi dan informasi, seperti lokasi stasiun hujan tersebut hanya untuk titik-titik tertentu dan tidak semua lokasi di permukaan bumi dapat terwakili oleh informasi titik-titik tersebut. Oleh karena itu, untuk memperoleh informasi curah hujan pada suatu titik lokasi di permukaan bumi di lakukan dengan cara interpolasi data.
Hujan merupakan salah satu bentuk komponen hidrologi yang berwujud cair. Komponen hidrologi itu sendiri dapat berwujud padat atau aerosol, misalnya pada kabut dan salju. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan jatuh ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketike jatuh melalui udara kering yang di sebut virga. Hujan mempunyai peranan penting dalam siklus hidrologi.
Sebagaimana diketahui, hujan yang jatuh tidak semuanya akan menjadi limpasan. Sebagian air hujan akan mengalami infiltrasi ke dalam tanah, sebagian terintersepsi oleh tanaman dan evapotranspirasi ke udara. Dengan demikian jelas bahwa persentase hujan yang menjadi limpasan tergantung pada berbagai faktor. Bagian air hujan yang menimpa tajuk pohon, akan membasahi daun dan mengalir ke batang pohon. Sisa air hujan yang langsung jatuh ke permukaan tanah disebut tembusan, sedang bagian air yang kemudian menetes dari dedaunan dan batang yang disebut crowndrip, yang mengalir lewat sepanjang batang ke permukaan tanah disebut aliran batang. (Anderson et al., 1976).
1.2  Rumusan Masalah
      Pertanian di Jawa Timur sangat tergantung adanya hujan, sehingga di perlukan analisis data hari hujan. Hari hujan ini sangat membantu sekali bagi pertanian di Jawa Timur khususnya tanaman tahunan, karena untuk mengetahui jenis tanaman apa yang akan di tanam, sehingga pertanian di Jawa Timur dapat terlaksana dengan baik.
1.3  Tujuan
1.      Menganalisis distribusi spasial hari hujan dengan menggunakan metode interpolasi kriging.
2.      Membuat peta kontur hari hujan di Jawa Timur.
1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan di dalam penelitian ini yaitu:
Menyajikan informasi tentang persebaran hari hujan di Jawa Timur.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim dan Tanaman Pertanian
            Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan.Menurut Sutarno at all (1997) Studi tentang perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan hal ini adalah karena curah hujan secara langsung atau tidak langsung penting untuk pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan tropis.

2.2 Tanaman Tahunan
            Tanaman tahunan adalah tanaman yang pada umumnya berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan tidak dibongkar sekali panen.
            Berdasar bentuk tanamannya, tanaman tahunan dibedakan :
1.    Tanaman tahunan tidak berbentuk perdu atau pohon : tebu, nanas, sisal, rami, sereh wangi. Tanaman ini mempunyai sifat2 pertumbuhan tahunan karena sekali tanaman dapat tumbuh beberapa tahun dan dapat dipanen beberapa kali. Anakan/tunasnya tumbuh dewasa dan dipanen umur ± 1 tahun, sehingga tanaman tersebut digolongkan kedalam tanaman setahun.
2.    Tanaman tahunan bentuk perdu, seperti : teh dan kopi. Tanaman ini tahan pangkasan sehingga dalam budidayanya banyak dipangkas untuk mendorong pertunasan dan bertahan tumbuh untuk jangka waktu cukup lama, Tanaman diusahakan dengan atau tanpa naungan.
3.    Tanaman tahunan bentuk pohon, seperti: coklat, karet, kelapa, kelapa sawit. Tanaman ini tumbuh lebih besar, lebih tinggi dan lebih lama umurnya.
(pertanianpintar)

2.2.1 Spesifikasi Hari Hujan Tanaman Tahunan
nama tanaman
curah hujan minimal
curah hujan maksimal
hari hujan
kopi
1.000 mm/tahun
3.000 mm/tahun
100 – 150 hari/th
teh
2.000 mm/tahun
4.000 mm/tahun
120 – 150 hari/th
kelapa sawit
1.500 mm/tahun
4.000 mm/tahun
100 – 150 hari/th
tebu
2.100 mm/tahun
3.000 mm/tahun
120 – 150 hari/th
karet
1.500 mm/tahun
4.000 mm/tahun
100 – 150 hari/th
kakao
1.500 mm/tahun
3.000 mm/tahun
100 – 150 hari/th
Tabel 2.1 Spesifikasi hari hujan
2.3 Metode Interpolasi
Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data yang telah diketahui (Wikipedia, 2008). Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga ter-buatlah peta atau sebaran nilai pada seluruh wilayah (Gamma Design Software, 2005). Didalam melakukan interpolasi, sudah pasti dihasilkan. Error yang dihasilkan sebelum melakukan interpolasi bisa dikarenakan kesalahan menentukan metode sampling data, kesalahan dalam pengukuran dan kesalahan dalam analisa di laboratorium.
Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan interpolasi seperti Trend, Spline, Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging. Setiap metode ini akan memberikan hasil interpolasi yang berbeda. Akan menjadi mudah dan bermanfaat bagi pengguna berikutnya apabila ada kajian tentang perbandingan hasil interpolasi dengan metode yang berbeda sehingga metode yang tepat bisa dipilih. Penggunaan metode trend dan spline telah dijelaskan dalam Pramono (2005).

2.3.1 Metode Interpolasi kriging
Metode Kriging adalah estimasi stochastic yang mirip dengan Inverse Distance Weighted (IDW) dimana menggunakan kombinasi linear dari weight untuk memperkirakan nilai diantara sampel data. Metode ini diketemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan tambang. Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data menunjukkan korelasi spasial yang penting dalam hasil (ESRI, 1996).
Metode Kriging sangat banyak menggunakan sistem komputer dalam perhitungan. Kecepatan perhitungan tergantung dari banyaknya sampel data yang digunakan dan cakupan dari wilayah yang diperhitungkan. Tidak seperti metode IDW, Kriging memberikan ukuran error dan confidence. Metode ini menggunakan semivariogram yang merepresentasikan perbedaan spasial dan nilai diantara semua pasangan sampel data. Semivariogram juga menunjukkan bobot (weight) yang digunakan dalam interpolasi. Semivariogram dihitung berdasarkan sampel semivariogram dengan jarak h, beda nilai z dan jumlah sampel data n. Pada gambar ini juga ditunjukkan grafik dari sebuah semivariogram. Pada jarak yang dekat (sumbu horisontal), semivariance bernilai kecil. Tetapi pada jarak yang lebih besar, semi-variance bernilai tinggi yang menunjukkan bahwa variasi dari nilai z tidak lagi berhubungan dengan jarak sampel point. Jenis Kriging yang bisa dilakukan adalah dengan cara spherical, circular, exponential, gaussian dan linear (ESRI, 1999).
Sifat-sifat Kriging :
            Struktur dan korelasi variabel melalui fungsi γ(h)
            Hubungan geometri relatif antara data yang mencakup hal penaksiran dan penaksiran volume melalui (Si,Sj) (hubungan antar data) dan sebagai (Si,V) (hubungan antara data dan volume)\
            Jika variogram pola data teratur, maka sistem kriging akan memberikan data yang akurat
            Dalam hal ini jarak sampel yang pertama atau kedua tidak mempengaruhi.
            Efek screen ini akan terjadi, jika tidak ada nugget effect atau kecil sekali    ε = C0/C
            Efek nugget ini menurunkan efek screen
            Untuk efek nugget yang besar, semuai contoh mempunyai bobot yang sama.
            Sempel yang terletak jauh dari blok dapat diikut sertakan dalam estimasi melalui harga rata-ratanya

2.3.2 Model Kriging
Ada beberapa model kriging yang umum digunakan di antaranya adalah:
1.      Ordinary kriging adalah model yang sering digunakan dalam metode kriging. Model ini mengasumsikan nilai yang konstan. Metode ini adalah metode yang masuk akal tapi ada beberapa ilmiah yang menolak model tersebut.
2.      Universal Kriging mengasumsikan bahwa ada kecenderungan yang utama dalam suatu data (misalnya angin), dan dapat dimodelkan sebagai fungsi deterministik. Universal Kriging dapat digunakan bila kita tahu cara menggunakan dan memberikan kebenaran secara ilmiah. Sehingga model ini jarang sekali digunakan dalam menganalisa suatu data.
Dalam interpolasi kriging terdapat beberapa model, yaitu:
3.    Spherical: this calculated the variogramme as a modified quadratic function for which at some distance Ao, pairs of points will no longer be auto correlated and the variogramme reaches an asymptote.
4.    Circular: uses a circular neighbourhood search model with a certain radius..
5.    Exponential: the exponential model is similar to the spherical in that it approaches the sill gradually. However, different from the spherical in the rate the sill is approached and in the fact that the model and the sill never actually converge.
6.    Gaussian: the gaussian or hyperbolic model is similar to the exponential but it assumes a gradual rise for the y-intercept.
7.    Linear with sill: this model is similar to the linear model except that at some distance pairs of points will be no longer auto correlated and the variogram will reach an abrupt asymptote.
2.4 Semivariansi
            Semivariensi adalah suatu nilai terukur yang menyatakan derajat ketergantungan terhadap ruang (the degree of spatial depence) antara masing-masing sempel. Besaran semivariansi antar sempel tergantung pada masing-masing jarak. Jarak yang semakin kecil diantara dua titik tersebut memberikan nilai semivariansi yang semakin kecil juga pada titik-titik tersebut. Hal yang sama terjadi sebaliknya pada dua titik yang semakin jauh. Hubungan semivariansi sebagai fungsi jarak suatu pasangan titik ini dinyatakan sebagai semivariogram atau variogram. 
            Meningkatnya nilai semivariansi yang disebabkan karena bertambahnya nilai jarak, pada suatu jarak tertentu yang jauh dari titik semivariansi tersebut akan sama dengan beda nilai (variance) sekitar nilai rata-rata. Pada keadaan ini peningkatan nilai jarak tidak akan menaikkan nilai semivariansi, tetapi akan membentuk garis mendatar yang disebut sill atau contribution. Sedang beda nilai minimum dinyatakan sebagai nugget. Jarak antara nilai ambang disebut range.



2.4.1 Karasteristik Semivariogram
Gambar 2.6 Semivariogram
2        Sill: Suatu nilai semi varian pada variogram mendatar. Sill juga digunakan untuk menunjukkan "amplitudo" dari suatu komponen tertentu pada semivariogram. Dari penjelasan di atas, sill dapat menujukkan nilai dari sill itu sendiri atau perbedaan antara nilai sill dan nugget.
3        Range: jarak lag di mana semivariogram (atau komponen semivariogram) mencapai nilai ambang, mungkin, autokorelasi pada dasarnya adalah nol di luar rentang.
4        Nugget: Di dalam teori semivariogram nilainya harus 0. Jika terjadi perbedaan secara signifikan dari 0  pada lag yang mendekati 0, maka nilai semivariogram di artikan sebagai nugget. Nugget mewakili variabel pada jarak yang terendah dibanding jarak yang khas, termasuk juga kesalahan pengukuran.
Meningkatnya nilai semivariansi yang disebabkan karena bertambahnya nilai jarak, pada suatu jarak tertentu yang jauh dari titik semivariansi tersebut akan sama dengan beda nilai (variance) sekitar nilai rata-rata. Pada keadaan ini peningkatan nilai jarak tidak akan lagi menaikkan nilai semivariansi, tetapi akan membentuk garis mendatar yang disebut sill atau contributon. Sedang beda nilai minimum dinyatakan sebagai nugget. Dari titik minatan ke jarak pada garis mendatar mulai terbentuk dinyatakan sebagai range atau spam variabel regional. Di dalam range ini seluruh titik yang dianggap berhubungan satu terhadap yang lain, termasuk titik-titik yang diketahui.

2.5 RMSE
RMSE (Root Mean Square Error) adalah suatu angka yang menunjukkan akurasi suatu data (contohnya peta dan citra satelit) dalam kaitannya dengan sistem koordinat. Semakin besar nilai RMSE maka dipastikan semakin besar pula kesalahan letak (informasi posisi) pada data tersebut. Jika letaknya saja salah maka bukan menjadi rahasia bahwa bentuk-bentuk obyek yang digambarkannya pun salah.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan kerangka acuan yang digunakan dalam menganalisis data dan menerangkan langkah – langkah kerja yang harus dilakukan guna memperoleh hasil analisis yang diinginkan. Adapun metode penelitian tersebut meliputi metode pengumpulan data dan metode analisis data.

3.1 Metode Pengumpulan Data
3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan  Juli 2009, studi kasus di Propinsi Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Pusat Penelitian Pengembangan Sumber Daya Air dan Irigasi (PUSLIT PSDA) Universitas Jember.

3.1.2 Bahan dan alat Penelitian
A.  Bahan Penelitian
            Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.   Peta rupa bumi Indonesia yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL dengan skala 1 : 25.000
2.   Data hari hujan periode tahun 1950 sampai tahun 2010 sebanyak 943 stasiun di provinsi Jawa Timur.
3.   Input data geometric, yaitu berupa :
a)                                       Fitur yaitu points (titik) lines (garis)
·      Points didefinisikan untuk objek-objek yang terlalu kecil dan tidak dapat dipresentasikan oleh garis dan polygon. Points memilik satu titik koordinat (X,Y,Z) saja. Contoh seperti lokasi stasiun hujan.

Gambar 3.1 Titik lokasi stasiun hujan 
·      Lines, mempresentasikan objek geografi yang berupa garis yang memiliki dua koordinat (X,Y,Z) yang dihubungkan. Contoh objek yang berupa garis (lines) adalah batas kabupaten.
Gambar 3.2 Garis kabupaten
b)        Attribut, berupa informasi yang terkait dengan fitur, dan dihubungkan dengan symbol arna dan label. Di dalam Sistem Informasi Geografi atribut diatur di dalam table yang terkait dengan konsep database


 








Tabel 3.1 Data hari hujan
B.  Alat dan Penelitian
            Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1.   1 unit computer
2.               Peta Jawa Timur yang dikeluarkan BAKOSURTANAL dengan skala 1 :      25.000 untuk melihat jumlah pembagian balai.
3.   Perangkat lunak (Sofware) berupa :
Software ArcView 3.3

3.1.3 Penentuan Lokasi
      Metode penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive methode) di Propinsi Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode interpolasi KRIGING dengan menggunakan software ESRI Arc View GIS 3.3
3.1.4  Tahapan Penelitian
Diagram alir proses penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar 3.3 Diagram Alur Penelitian

3.2      Metode Pengolahan Data
Pengolahan data adalah merupakan tahapan pekerjaan menyusun dan merangkaikan berbagai jenis data menjadi satu susunan data yang sistematik dan terinci menurut fungsi, klasifikasi maupun peruntukan penggunaannya.
Secara garis besar tahapan dalam analisis spasial untuk penyusunan data spasial peta distribusi spasial curah hujan terdiri dari 2 tahap, yaitu:
1.      editing data atribut
editing data atribut pada intinya adalah menambah data baru pada atribut theme, dalam hal ini data yang akan dimasukkan rerata data haru hujan.
·         Membuka atribut data spasial stasiun hujan .txt
Klik tombol add untuk membuka data yang akan diproses
·         Menampilkan data spasial yang akan diproses
Gambar 3.4 Data Spasial Hari Hujan
2.      membuat peta distribusi spasial hari hujan menggunakan kriging
·         mengaktifkan spatial analyst dan kriging interpolation
pada menu utama perangkat lunak ArcView GIS 3.3 pilih file kemudian pilih extensions. Klik pada spatial analyst dan kriging interpolation 3.2 SA
Gambar 3.5 Menampilkan Spasial Analisis

Gambar 3.6 Menampilkan Kriging Interpolsai 3.2 SA




·         pilih views klik open lalu pilih view pilih add event theme...

Gambar 3.7 Add Event Theme
·         muncul gambar sebagai berikut lalu pilih table stasiun hujan.txt, X field dengan Timur_m, Y field dengan Utara_m
Gambar 3.8 Layout Add Event Theme
·         klik surface pilih interpolate via kriging...
Gambar 3.9 Interpolasi Kriging
·         isi kolom-kolom dengan atribut yang telah di tentukan, dapat dilihat pada gambar
Gambar 3.10 Layout Interpolasi Kriging
                              Klik tombol  kemudian muncul gambar
Gambar 3.11 Grafik Semivarogram Interpolasi Kriging
·         klik tombol back to main dialog...
Gambar 3.12 Kembali ke layout Interpolasi Kriging
Lalu isi dengan atribut yang telah di tentukan sebagaimana bisa di lihat pada gambar

Gambar 3.13 layout Interpolasi Kriging
·         klik tombol start interpolations , lalu muncul gambar


Gambar 3.14 Spesifikasi Interpolasi Kriging
Klik OK, muncul sebuah peta dengan interpolasi kriging sebagai berikut
Gambar 3.15 Peta Interpolasi Kriging

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

            Karakterisitik curah hujan pada permukaan di propinsi jawa timur  tidak sama. Secara garis besar data curah hujan yang akan di analisis pada tiap-tiap stasiun bervariasi. Periode rekaman data curah hujan yang di gunakan harus memenuhi syarat minimal, untuk meminimalkan adanya stasiun curah hujan yang tidak terpakai.
            Pada penentuan data curah hujan ada Beberapa faktor yang berperan dalam menentukan perbedaan curah hujan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya.sehingga pola sebarannya pun canderung tidak merata dalam ruang lingkup yang luas. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan curah hujan tersebut adalah:
-          Suhu
-          Letak topografi
-          Iklim
-          Arah angin
-          Temperature udara
            Metode untuk memperoleh informasi data  curah hujan pada suatu titik lokasi di permukaan bumi di lakukan dengan cara interpolasi data. Interpolasi adalah suatu metode atau fungsi matematika yang menduga nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia.
            Interpolasi memiliki banyak metode, sebagai contoh metode interpolasi IDW, metode SPLINE, metode KRIGING, dan masih banyak metode-metode interpolasi yang lain. Dalam pembahasan kali ini lebih di utamakan pada metode interpolasi kriging.
            Kriging adalah salah satu metode yang mudah untuk membuat suatu interpolasi dengan data yang akurat. Dalam proses menganalisis struktur awal dilakukan, melihat varians dan autokorelasi dari data. The results of the analysis are then used to select the interpolation model and carry out the interpolation. Hasil analisis kemudian digunakan untuk memilih model interpolasi dan melaksanakan interpolasi tersebut.
Interpolasi kriging adalah suatu metode geostatistika yang memanfaatkan nilai spasial pada lokasi tersampel dan variogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang belum atau tidak tersampel dimana nilai prediksi tersebut tergantung pada kedekatannya terhadap lokasi tersampel.
Metode interpolasi kriging di bagi menjadi lima model yaitu circular, exponential, gaussian, linear with sill, dan spherical. Masing-masing model diisi dengan lag interval, untuk menentukan nilai RMSE yang terkecil, sehingga membentuk sebuah peta contour provinsi Jawa Timur dengan jarak antar stasiun curah hujan 10 km.
Beberapa perbandingan lag interval sebagai berikut:
1.      lag 100                  6.   lag 600
2.      lag 200                  7.   lag 700
3.      lag 300                  8.   lag 800     
4.      lag 400                  9.   lag 900
5.      lag 500                  10. lag 1000
Perbandingan antara model-model interpolasi kriging dengan lag interval yang berbeda di karenakan untuk mengetehui nilai RMSE yang tepat dan juga mengetahui jumlah stasiun yang di nyatakan dalam “n”. Dari lag interval tersebut jumlah “n” harus sama atau mendekati dengan jumlah stasiun hujan.












4.1 Hasil Interval
1. Lag 100
Grafik 4.1 Lag Interval 100
Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 100, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (122.99); exponential (121.90); gaussian (140.57); linear with sill (118.85); spherical (118.23).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 118.23.
























2. Lag 200
Grafik 4.2 Lag Interval 200

Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 200, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (91.68); exponential (90.47); gaussian (93.82); linear with sill (93.73); spherical (90.06).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 90.06
























3. Lag 300
Grafik 4.3 Lag Interval 300


Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 300, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (81.79); exponential (79.10); gaussian (85.57); linear with sill (82.83); spherical (78.36)
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 78.36
























4. Lag 400
Grafik 4.4 Lag Interval 400


Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 400, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (79.55); exponential (78.78); gaussian (85.74); linear with sill (82.21); spherical (78.28).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 78.28
























5.   Lag 500
Grafik 4.5 Lag Interval 500


Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 500, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (75.61); exponential (74.42); gaussian (82.29); linear with sill (78.13); spherical (73.84).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 73.84
























6.   Lag 600
Grafik 4.6 Lag Interval 600

Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 600, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (76.84); exponential (76.04); gaussian (83.81); linear with sill (80.28); spherical (75.63).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 75.63
























7.   Lag 700
Grafik 4.7 Lag Interval 700

Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 700, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (72.64); exponential (71.00); gaussian (79.41); linear with sill (75.43); spherical (70.95).
Perolehan nilai dari beberapa model diatas model sperichal yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE sperichal yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 70.95
























8.   Lag 800
Grafik 4.8 Lag Interval 800


Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 800, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (72.81); exponential (72.84); gaussian (81.20); linear with sill (91.39); spherical (72.93).
            Perolehan nilai dari beberapa model diatas model circular yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE circular yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 72.81
























9. Lag 900
Grafik 4.9 Lag Interval 900


Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 900, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (79.56); exponential (81.06); gaussian (89.49); linear with sill (105.97); spherical (83.84).
            Perolehan nilai dari beberapa model diatas model circular yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE circular yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 79.56
























10. Lag 1000
Grafik 4.10 Lag Interval 1000


Grafik di atas menunjukkan perhitungan metode kriging lag 1000, pada masing-masing model diperoleh nilai RMSE yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dengan model circular (76.77); exponential (77.69); gaussian (86.63); linear with sill (103.29); spherical (78.22).
            Perolehan nilai dari beberapa model diatas model circular yang paling mendekati benar, hal ini disebabkan karena nilai RMSE circular yang paling kecil diantara model-model lain sebesar 76.77

4.2 Pembahasan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Satuan CH adalah mm, inch. terdapat beberapa cara mengukur curah hujan. Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing Daerah Prakiraan Musim (DPM).
Sifat Hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971- 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu :
a. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya.
b. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-ratanya.
c. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-ratanya.
4.2.1 Pengaruh curah hujan terhadap lingkungan
Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan perputaran pertemuan arus udara. Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan.Menurut Sutarno at all (1997) Studi tentang perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan hal ini adalah karena curah hujan secara langsung atau tidak langsung penting untuk pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan tropis.
Menurut Ashari (2006) sedikitnya ada 2 unsur yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu :
1. Curah hujan dan distribusi hujan
2. Tinggi tempat dari permukaan laut.
Selain unsur iklim di atas, menurut Guslim (2007) Produksi tanaman juga dipengaruhi oleh Radiasi Matahari dan Suhu. Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan speises tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga, sehubungan dengan ini terdapat dua rangsangan. Yang menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari (Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Di wilayah dengan empat musim, pengaruh suhu berlaku ganda. Pada waktu awal pertumbuhan suhu harus cukup tinggi agar pertumbuhan tidak terhambat. Tetapi bagi kebanyakan tanaman terutama tanaman tahunan, suhu sebelum perubahan fase pertumbuhan itu terjadi sangat penting. Cekaman (stress) air yang diikuti oleh hujan sering merangsang pembungaan tanaman tahunan tropika. Faktor lain yang memicu pembungaan adalah panjang hari, atau panjang periode selama setiap 24 jam. Tanaman berhari pnjang tidak akan berbunga jika ditanam di wilayah tropika (Mugnisjah dan Setiawan,1995).

4.3 Lag interval metode kriging
            Lag interval yang dipakai dalam penelitian ini adalah lag 100, lag 200, lag 300, lag 400, lag 500 sampai dengan lag 1000. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lag 400 lebih baik dibandingkan dari lag lainnya. Hal ini di karenakan lag 400 mempunyai nilai RMSE yang paling rendah di antara lag lainnya (dapat dilihat grafik 4.4 lag interval 400). Dari grafik 4.4 bahwa nilai RMSE ini di tentukan dari model spherical lag 400 yaitu sebesar 78.28.  Model spherical dipilih karena memiliki nilai RMSE paling kecil diantara model lainnya.  Model spherical ini digunakan untuk membuat peta hari hujan yang berfungsi dalam menentukan waktu tanam bagi tanaman tahunan.
Dibawah ini peta hari hujan dan peta kontur dengan metode Spherical lag Interval 400.










BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Hari hujan di setiap masing-masing stasiun sangat bervariasi.
2.      Ada banyak faktor yang mempengaruhi bervariasinya hari hujan setiap wilayah.
3.      Hasil analisa di atas didapat nilai RMSE terkecil yaitu di lag interval 400, dari perbandingan lag 100-400. Sehingga lag 400 ini bisa di katakan mendekati benar atau nilai kesalahannya paling kecil di antara lag interval yang lain.

5.2 Saran
1.      Perlu adanya  pemahaman yang lebih jelas tentang Software ArcGis 9.2 sehingga bisa lebih memahami cara kerja pengolahan data dan memudahkan dalam melakukan penelitian.
2.      Perlu adanya pengukuran curah hujan yang dilakukan dengan benar oleh pihak pengamat curah hujan di berbagai stasiun pengamat curah hujan agar dihasilkan data yang benar sehingga memudahkan pengolahan data curah hujan untuk berbagai keperluan